Rules:

1. This site uses 2 languages: English (International) & Bahasa Indonesia (My Mother Language)
2. If you want to comment the articles, please use one of 2 languages (English & Bahasa Indonesia)
3. Don't be rude at this site. Keep your words. Don't be harsh!
4. Don't comment something related with TRIBE, RELIGION, RACE & INTER-GROUP. If you do it, I'll make it as spam.
5. Your suggests are inspired for me. So, if you have ideas for this site, please write your suggest at message box
6.My posts always fresh and made by me. If I copied from other sites, I always write the sources. So, my site IS NOT Plagiarism
7. If you want to copy paste some articles from this site, please write the source. If you don't write the source, I will report you !


Love,
_Nacchi_

Tuesday, December 27, 2011

Goodbye Bandung, Goodbye My Sadness



                Ini tentang perjuangan hidupku. Tentang perjuangan pahitku selama di Bandung. Tak banyak yang memiliki perjuangan sosial ini sepertiku. Sejak kecil aku tak memiliki banyak teman. Aku pendiam. Tapi sebenarnya, aku tak mau itu. Terkadang aku pun membutuhkan teman. Eh tidak, bukan terkadang. Tapi, selamanya aku membutuhkannya. Dan kau tahu apa yang mereka perlakukan padaku saat ku mendekati mereka? Mereka menghindar, menjauhi dan memandangku dengan dingin.
                Setelah lulus SD, aku berharap memiliki nasibku berubah menjadi lebih baik. Memiliki banyak teman, dan hidup damai. Tapi sayang, semua itu hanya harapan kosong. Kehidupanku sama seperti aku yang berada di SD. Semua tak mau berteman denganku. Aku tak mengerti, apa salahku? Mereka menjauh dariku seperti jijik denganku. Padahal, aku tak memiliki penyakit aneh yang menular, atau pun cacat permanen. Aku sama seperti mereka, normal. Tapi mengapa mereka begitu?
                Kelas 7, ku lalui dengan penuh kesabaran. Kelas 8, sebenarnya lumayan menyenangkan. Mereka benar-benar bisa menerima kehadiranku. Dan waktu itu, aku melayangkan surat permohonan menjadi relawan muda di Kutai, Kalimantan. Kuharap, secepat mungkin aku mendapatkan kesempatan itu, kesempatan yang memang selalu aku impikan.
                Baik, kelas 8 sudah berlalu. Berharap kelas 9 lebih baik dari kelas 8. Namun, yang kudapat malah lebih buruk. Teman-teman yang selalu menjadikanku sebagai patung. Padahal, aku sudah sering membantu mereka, tapi belum pernah aku menerima ucapan terima kasih dari mereka. Dan orang yang paling kubenci di kelasku adalah, Raka. Dia tuh ya, kalau diajak ngobrol gak pernah bisa baik-baik. Dikit-dikit, nyolot. Dikit-dikit ngambek. Bilang orang rempong, padahal sendirinya makhluk paling ribet sedunia. Jijik deh jadinya. So, aku pun sendirian di kelas. Emang, sebenarnya di kelas itu ada 40 murid, tapi aku merasa sendiri. No Friend. Tapi aku berharap bisa menjalani semua ini dengan tabah. Ya, tabah walau sakit.
                Datanglah murid baru. Namanya Miranda. Miranda Kirana Dewita. Awalnya aku tak mempedulikannya. Karena menurutku dengan kehadirannya pun takkan merubah kesendirianku. Tapi ternyata aku salah. Pertama melihatnya, cantik. Setelah perkenalan, dia langsung duduk disampingku.
                “Eh, kamu Mitha kan? Mitha Emilya Sagita ‘kan?” tebaknya
                “Iya. Kok lo tau sih?” tanyaku bingung
                “Aku suka baca blog kamu. Habisnya blog kamu tuh seru banget. Menghibur, membangkitkan semangat, kadang bikin terharu juga lho. Dan aku juga liat foto-foto kamu. Makanya aku tau wajah kamu. Nggak nyangka ya, ternyata aku bisa satu sekolah, bahkan sekelas sama Idol aku. Aku bener-bener senang !!” serunya penuh dengan air mata bahagia.
                “Lo,, nge fans sama gue? Beneran ?” tanyaku yang benar-benar makin bingung. Dan tak tahu mengapa dia bisa melihat blog ku begitu saja. Teman-temanku saja belum mengetahui tentang seluk-beluk  blog milikku. Mengapa dia bisa tahu?
                “Iya! Big Fan deh! Sampai sekarang pun aku masih suka liat blog kamu. Semua cerita kamu yang benar-benar menyentuh. Dan site  kamu tuh udah ku bookmark. Jadi gampang deh nyarinya. Hehehe..” katanya penuh senyum. Tapi di benakku, rasanya benar-benar mengherankan bila aku memiliki seorang penggemar, Big Fan pula. Tapi satu orang pun telah mencerah kehidupan gelapku.
                Miranda benar-benar bagaikan matahari. Menyinari hari-hariku. Sekarang ia menjadi sahabatku. Baru pertama kalinya aku mendapatkan sahabat, apalagi yang baik seperti dia. Tapi, aku sedikit envy juga karena dia lebih akrab dengan teman-teman sekelasku. Pastilah. Dia cantik. Bahkan hampir semua laki-laki di kelasku menyukainya. Ditambah dia itu pintar. Benar-benar gadis yang sempurna. Tak seperti diriku ini. Tapi, pada saat ku mengetahui Raka menyukai Miranda, aku ambil langkah cepat.
                “Mit, gimana ya? Raka,, nembak aku nih.” Kata Miranda malu-malu
                *Brrrrrrssssttt* aku tersedak. Air yang baru saja ku tegak keluar melalui hidungku. Kaget. Benar-benar kaget.
                “Ah.. Ah.. Perkataanku bikin kamu kaget ya?” tanya Miranda. Ia pun mengambil tisu lalu memberikannya padaku
                “Ah,, nggak apa-apa ko. Tapi, kalau menurut gue, lo jangan terima. Dia tuh bikin orang gondok. Ngomongnya sentak-sentak mulu. Ngeri deh. Yang ada kamu sakit hati.” Kataku mengingatkannya sambil mengelap hidungku.
                “Tapi dia baik ko, seru lagi.” Katanya untuk meyakinkanku. Tapi aku takkan pernah bisa mempercayai bahwa raka memiliki sifat seperti itu.
                “Gue ngingetin aja, Nda. Kalau lo emang pengen jadian sama dia, silakan. Nggak larang.” kataku penuh ketus, lalu meninggalkan dia sendirian. Aku selalu kesal bila orang curhat tentang Raka yang bersifat baik padahal tidak. Bukan jealous atau apa, tapi aku benar-benar sakit hati ketika aku diperlakukan bagaikan binatang olehnya. Dasar makhluk kejam! Tapi, sebenarnya aku merasa bersalah meninggalkan Miranda sendirian. Aku pun berpikir untuk kembali. Tapi setelah aku berbalik, Miranda sedang bersama Raka. Ah, sebaiknya aku tak mengganggu mereka. Walau dalam hatiku menjerit, memanggil Miranda agar sadar dari mimpi buruknya bersama Raka. Miranda,, kumohon sadarlah dan pergi menjauh darinya sebelum kau yang sakit hati.
                “Mitha! Kenapa sih daritadi kamu ngehindar dari aku terus?” tanya Miranda kesal.
                “Gimana sama si Raka?” tanyaku dingin.
                “Aku tolak”
                “Kenapa?”
                “Setelah aku pikir-pikir, kamu ada benarnya juga. Aku liat dia ngomong kasar banget. Makanya aku gak seneng. Aku kira dia bener-bener baik. Ternyata Cuma di depan aku aja. Uhh,, cowok ngebetein banget deh.” Keluhnya.
                “Ah lu.. Kan udah gue bilangin.”
***
                Hari itu pun, aku mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari Raka dan kawan-kawannya.
                “Eh, awas deh lu. Jangan ngalangin gue!” sentaknya sambil mendorongku jatuh.
                “Raka! Apa-apaan sih kamu? Kenapa kamu gitu sih? Apa salah Mitha?” marah Miranda pada Raka
                “Eh, sorry Miranda. Dia ngalangin tuh. Dan gue gak sengaja dorong dia.” Kata Raka dengan wajah tak berdosanya itu. Menjijikkan!
                “Nggak sengaja? Kata kamu nggak sengaja? Segitu jelasnya aku liat kamu sengaja dorong dia sampai jatuh. Nyadar diri donk! Ngaca tuh! Jangan sok ngejago. Aku jijik sama kamu!” kemarahan Miranda semakin memuncak. Raka pun malu lalu menghindar dari Miranda.
                “Kamu nggak kenapa-kenapa kan Mit? Ah,, tangan kamu,, berdarah.” kaget Miranda yang melihat darah mengalir dari tanganku. Aku pun kaget ketika melihatnya. Tapi teman-teman yang lain tak mempedulikan.
“Hahaha.. berdarah ya? Uhh,, kasian banget ya. Nangis donk. Telpon mamih kamu donk.” ejek Rezky. Well,, as usually mereka tak menoleh, malah mengejek kepadaku. So deep ‘kan? But, semua udah biasa ku lalui penuh lapang dada. Aku ikhlaskan semua kehidupan menjijikkan itu untuk ku lewati, karena suatu saat nanti akupun akan mati dan takkan dipedulikan lagi.
                Hari demi hari berlalu semakin cepat. Miranda, sahabatku selalu saja bersama. Padahal ia tak tahu bahwa aku akan pergi. Tapi pasti, cepat atau lambat aku harus memberitahunya. Harus secepat mungkin karena waktuku untuk tinggal di Bandung hanya sedikit. God,, aku nggak tega ninggalin Miranda. Tapi maaf, aku udah nggak sanggup lagi tinggal disini. Ditambah kekejaman Raka, Rezky dan kawan-kawannya. Sudah cukup mereka menindasku. I’m sorry Miranda. Bukan maksudku meninggalkan sahabat terbaikku.
                “Kak,, ada surat..” teriak adikku, Kiran yang mengintip pak pos dari dalam rumah. Akupun segera berlari meninggalkan Miranda di kamar, menuju kotak surat dan segera kuambil surat yang kutunggu-tunggu. Berharap surat itu dari lembaga yang bisa menjadikanku relawan. Surprisingly, surat itu benar-benar yang kutunggu. Akupun berlari kegirangan menuju kamar, tak sabar mengabarkannya pada Miranda.
                “Miranda.. Miranda.. Gue dapet suratnya !! Gue dapet izin !! Dan seminggu lagi,,”
                “Mitha, kamu mau pergi? Ninggalin aku? Kenapa kamu pergi?” potong Miranda dengan mata berkaca-kaca.
                “Mir, bukan maksud gue,,”
                “Terus?” tanya Miranda
                “Gue bisa jelasin Mir. Surat izinnya udah gue kirim sejak kelas 8. Dan baru ada perizinannya sekarang. Jadi gue pun terpaksa ninggalin lo. Gue minta maaf.” Sesalku.
                “Hiks.. Hiks.. Aku gak tau kenapa,, tapi aku gak bisa ngelepasin kamu, Mith. Aku maunya kamu sama aku. Soalnya gak ada sahabat sebaik kamu.” tangis Miranda.
                “Gue tau. Seminggu lagi gue bakal pergi ke Kutai. Jadi, aku mau kamu liat keberangkatan gue penuh kebanggaan. Bukan kesedihan. Please..” kataku sambil memeluk Miranda. Miranda pun berkata, namun tak jelas kudengar. Mungkin saking sedihnya. Tapi aku tak mau ia menangis seperti ini saat di Bandara nanti.
                Seminggu,, mungkin waktu yang takkan lama. Tapi seminggu itu akan kubuat menjadi pekan yang special bagi Miranda. Tapi tetap saja, seminggu itu akan menjadi pekan terakhirku dalam kesedihan. Di Kutai nanti, aku akan berusaha menjadi bahagia. Tentu saja, seminggu ini aku jarang pulang ke rumah dengan cepat. Aku dan Miranda pergi ke taman, bermain, hangout ke Mall, sampai larut malam. Untungnya ayah dan bunda sedang tugas di luar kota. Jadi nggak ada yang bisa menghalangiku untuk berbuat sesukaku. Lagipula, Kiran bisa ko jaga rumah, masak, dan nyuci piring sendiri. So, pulang ke rumah pun aku udah dibuatin dinner sama dia. Yeah !
                Akhirnya, waktu kebarangkatanku telah tiba. Aku diantarkan ke Kutai oleh pak Kiky, supirku. Tak ketinggalan juga Kiran pun ikut. Sebagai anggota keluarga dan sebagai sister dia juga harus menemaniku sampai pesawatnya datang. OK ! Sampai juga di Bandara Husein Sastranegara. Dan aku terkejut, ternyata Miranda dan teman-teman sekelasku datang. Padahal, aku nggak menyuruh mereka untuk datang. Apalagi melihat Raka dan Rezky datang. Wow,, rasanya something banget mereka datang setelah mereka membuatku sakit hati, dan luka di siku tentunya.
                “Mitha,, mereka datang buat kamu. Nganterin kepergian kamu. Kamu seneng kan?” kata Miranda sambil tersenyum. Aku hanya tersenyum secara terpaksa, nggak tulus.
                “Mith,, maafin kita semua ya. Kita nggak ada maksud buat diemin kamu di sekolah. Lagian kita kan udah 2 tahun lebih bersama. Bukannya kita nggak nyadar sama kehadiranmu. Cuma,,” kata Rezky.
                “Ah, pesawatnya udah ada tuh. Kiran, hati-hati ya di rumah. Katanya besok Kak Eryc bakal ke rumah jagain kamu. Selalu sehat ya.” sambil kucium kening Kiran tersayang.
                “Miranda, maafin gue ya. Gue gak bermaksud jahat ninggalin kamu. Tapi ini udah keputusan gue. Sorry, don’t misunderstand,” kataku smabil memeluknya dengan erat. Akupun pergi meninggalkan mereka semua. Meski ku tahu, Rezky ingin berkata sesuatu padaku. Tapi aku tak peduli, aku sudah tak ingin melihatnya lagi. Aku tak mengucapkan sepatah katapun pada teman-teman sekolahku. Biar mereka rasakan bahwa akupun tersakiti saat mereka tak mengacuhkanku.
                “Mitha.. Dengerin kata-kata gue dulu donk !!” teriak Rezky. Aku hanya menoleh sebentar, sepertinya ia menangis. Tapi siapa peduli, aku terus berjalan. Dan ternyata bukan hanya Rezky yang menangis, teman-teman yang lain pun menangis. Ah,, dasar saja mereka. Giliran aku ada di dekatnya, mereka tak mengacuhkanku. Saatku sudah pergi, mereka baru menyadari bahwa aku ada. Asal kau tahu saja, penderitaanku lebih berat dari mereka yang menangis itu.
Tapi, sekarang sudah berbeda. Aku hidup tenang disini. Bersama kawan-kawan seprofesiku. Sahabat baru, keluarga baru. Benar-benar nyaman. Tapi tak pernah kulupa sahabatku yang selalu menguatkanku. Miranda, orang yang membuatku kuat saat ku lemah. Terima kasih, sahabatku. Maaf karena ku harus meninggalkanmu.

No comments:

Post a Comment